POTRE KONENG
Tentang perempuan dan rasa sakit di tubuhnya!
(diangkat dari cerita rakyat Madura)
Alkisah, dulu di Sumenep hidup seorang raja bernama
Pangeran Wagung Rukyat, ia memiliki seorang puteri yang cantik jelita. Matanya
bening, langkahnya gemulai, kulitnya lembut kekuning-kuningan seperti pualam,
sehingga orang-orang lebih suka memanggilnya dengan sebutan “Raden Ayu Potre Koneng”.
Pangeran Wagung Rukyat : “Adinda, anak kita kini sudah tumbuh
menjadi dewasa, aku ingin segera memilihkan jodoh untuknya”.
Dewi Sarini : “Aku juga ingin segera menimang cucu,
kakanda. Tetapi bagaimana dengan puteri kita. Apakah dia sudah siap..?”.
Pangeran
Wagung Rukyat : “Kita tanyakan saja,
adinda.pasti dia mau”.
Dewi
Sarini : “Mban..mban..(berteriak
memanggil)”.
Mban :
“Sendiko gusti (sambil tangan menyembah)”.
Dewi
Sarini : “Dimana
puteriku ??”.
Mban : “Raden
Ayu Poteri Koneng sedang berias di kamarnya, gusti ratu”.
Dewi
Sarini : “Cepat
bawa dia kemari, Mban.”
Mban
:
“Baik gusti Ratu.”
Lalu, Mban pun pergi mencari Potre Koneng untuk
dihadapkan kepada raja dan ratu. Dan setelah itu, ditemuilah Pangeran Wagung
Rukyat dan Dewi sarini.
Potre Koning :
“Ada apa ayahanda ?”.
Pangeran Wagung
Rukyat :
“Puteriku, kini engkau sudah dewasa, dan sudah saatnya kau memiliki calon
pendamping. kira-kira lelaki seperti apa yang engkau idamkan ?”
Potre Koneng : “Mohon maaf ayahanda,
bukan maksud hati menolak keinginan ayahanda. Tetapi perkawinan merupakan hal
yang sangat sakral, dan hamba takut mengecewakan ayahanda, kalau ternyata kelak
hamba gagal membina rumah tangga. Mohon berikan hamba waktu untuk merenungkan
hal ini ayahanda. Hamba akan sangat bahagia kalau ayahanda mengizinkan hamba
bersemedi di gua Pajudan”.
Pangeran Wagung
Rukyat : “Apa ? gua Pajudan? Kenapa harus
tempat itu yang kau pilih anakku? Kau tahu gua itu sangat mengerikan dan untuk
ke sana kau harus menyusuri lembah dan bukit. Bagaimana kalau terjadi sesuatu
denganmu?”
Potre Koneng : “Hamba akan berangkat
dengan niat yang tulus ayahanda. Dan sampai saat ini hamba masih percaya bahwa
Tuhan akan melindungi orang-orang yang memiliki niat tulus”.
Akhirnya hati pangeran luluh juga. Dengan ditemani
Mban, berangkatlah sang Puteri ke tempat yang diinginkannya itu.
Puteri Kuning : “ Mban, sekarang kita
sudah sampai di gua Pajudan. Selama aku bersemedi, jangan sampai ada yang
menggangguku.
Mban : “Baik Raden Ayu”.
Sudah enam hari enam malam ia bertapa, tidak makan,
tidak minum, dan tidak tidur. Yang dilakukannya hanya duduk dengan tubuh tegap
seolah-olah sunyi merupakan bagian dari hidupnya. Dan pada malam ke tujuh,
ketika bening matanya tak kuat lagi untuk terus terjaga, puteri pun tertidur.
Saat itu purnama diam-diam mengintip dari celah-celah pucuk daun kelapa, dan
dalam tidurnya Puteri Kuning bermimpi didatangi seorang pemuda tampan,
otot-ototnya keras layaknya lelaki perkasa. Dan lelaki itu menamakan dirinya
sebagai “Adipoday”! mereka berdua melakukan sesuatu yang biasa dilakukan orang
dewasa. Mimpi yang kembali buyar ketika kokok ayam pertama memecah kesunyian.
Pagi pun datang menghapus mimpi itu.
Puteri Kuning : “Mban, semalam aku
bermimipi didatangi seorang pemuda tampan dan perkasa”.
Mban
: “Lalu,
apa yang Raden ayu lakukan dengan pemuda tampan itu ?
Puteri
Kuning : “Entahlah,
tak usa kau hiraukan. Mari kita pulang, Mban”.
Puteri pun berkemas pulang. Sepanjang perjalanan
dikenanglah wajah lelaki yang datang semalam, Meski itu hanya mimpi.
Sesampainya di keraton, sang Puteri disambut meriah. Dengan rasa penasaran
berlebih, Ayahandanya kembali menanyakan perihal jodohnya.
Pangeran Wagung
Rukyat : “Bagaimana anakku, kau
sudah dapat gambaran tentang laki-laki idamanmu?”
Potre Koneng : “Sudah, ayahanda.
Tapi sepertinya saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahukannya”.
Uwekkk (Puteri muntah-muntah)”.
Pangeran Wagung
Rukyat :
“Ada apa denganmu, puteriku ? sepertinya kamu sedang sakit.
Mban..Mban..(menanggil).
Mban : “Sendiko
gusti”.
Pangeran Wagung
Rukyat : “Segera panggilkan tabib
kemari”.
Mban : “Baik
gusti”.
Pangeran Wagung
Rukyat :
“Astaga! siapa orang yang dengki padaku? siapa yang berani mencelakakan
puteriku ? sakit apakah yang kau derita anakku? apa kau terkena santet? kenapa
perutmu besar begitu?”
Potre Koneng : (Sambil menangis) “Entahlah,
ayahanda. Ini terjadi setelah saya pulang dari semadi”.
Dipanggillah
tabib terhebat dari segala penjuru. Ketika masing-masing tabib ditanya perihal
sakit yang diderita sang puteri, jawabannya tetap sama. Mereka menjawab hamil.
Mban :
“Ini dia tabib yang gusti cari”.
Pangeran Wagung
Rukyat :
“Baiklah, cepat lihat kondisi anakku.. (tertuju pada tabib). Apakah dia sakit ?”.
Tabib :
“Ampun baginda, tuan puteri tidak sakit, tapi....tapi... beliau HAMIL”.
Pangeran Wagung Rukyat : “Apa hamil? kurang ajar! kau siram
wajahku dengan comberan. Tidak kusangka kau berbuat begitu. Selama ini
kepercayaanku padamu, bahwa kau adalah anak gadisku yang lembut, santun, dan
akan memberikan kebahagiaan pada keluarga istana, ternyata salah. Sekarang
katakan, dengan siapa kau melakukan perbuatan mesum seperti itu”.
Potre Koneng : “Ampun ayahanda, ampun! Bukan maksud
hamba untuk mengecewakan ayahanda. Tapi sungguh, hamba tidak pernah melakukan
perbuatan mesum seperti itu!.”
Pangeran Wagung Rukyat : “Lantas kenapa bisa HAMIL?”
Potre Koneng : “Ampun ayahanda. Sungguh hamba tidak
pernah melakukan apapun, ayahanda. Hamba hanya bermimpi!
Pangeran Wagung Rukyat : “Kau
kira dengan bermimpi, lantas akan membuat orang hamil? Baiklah kalau kau tidak
mau mengaku. Kau telah mencoreng nama baik keluarga kerajaan. Sebagai seorang
raja aku tidak akan pernah memihak, kau akan dihukum pancung atas perbuatanmu!”
Pangeran Wagung Rukyat : “Pengawal..pengawal (memanggil), cepat
seret dia keluar istana”.
Dua pengawal : “Baik gusti”.
Segala
macam upaya dilakukan para petinggi kerajaan untuk memohon keringanan atas
hukuman yang dijatuhkan pada tuan puteri, dan pada sang permaisuri hatilah
pangeran Wagung Rukyat luluh juga. Potre Koneng tidak jadi dihukum pancung, melainkan diusir dari istana. hari-hari yang berat
dilaluinya sampai ia melahirkan anaknya yang kemudian diberi nama Joko Tole.
Singkat cerita, ketika Joko Tole berumur 15 tahun,
kerajaan Sumenep diserang oleh Dhempo Abang dan pasukannya dari kerajaan
Blambangan, hingga istana Pangeran Wagung Rukyat porak-poranda.
Dua pengawal : “Siapa kau ??
berani-beraninya kau memasuki istana ini ??”.
Dhempo Abang : “Aku adalah Dhempo Abang
dari kerajaan Blambangan dan aku berniat menghancurkan istana ini”.
Dua pengawal : “Kurangajar kau”.
(berkelahi)
Mendengar kabar bahwa kerajaan Sumenep diserang oleh
Dhempo Abang dan pasukannya , Potre koneng langsung mengutus anaknya untuk ikut
terjun ke medan perang. Tanpa pikir panjang berangkatlah sang anak menuju
Kerajaan Sumenep.
Dhempo Abang : “Hahahahaha....Kerajaan
Sumenep telah kukuasai. Rasakan itu Wagung Rukyat”.
Joko Tole : “Kurangajar.
Kau apakan istana keluargaku Dhempo Abang ??”
Dhempo Abang : “Siapa kau anak muda ?”
Joko Tole : “Aku adalah
putra dari ibunda Potre Koneng. Sebelum kau menghancurkan istana keluargaku,
langkahi dulu mayatku”. (adegan berkelahi)
Joko Tole pun berhasil membunuh Dhempo Abang
sehingga pasukannya pun lari tunggang langgang. Ketika Pangeran Wagung Rukyat
tahu bahwa Joko Tole merupakan cucunya, maka malulah ia atas perbuatannya yang
dulu. Dengan rasa sesal dipanggillah kembali Din Aju Potre Koneng ke istana. Ia
sadar bahwa ketika Tuhan berkehendak, tak ada yang bisa menolak.
Pangeran Wagung
Rukyat : “Anakku, maafkan perbuatan
ayahanda yang telah mengusirmu tempo lalu.
Potre Koneng : “Jangan khawatir
ayahanda, aku sudah melupakan kejadian itu. Kini kuperkenalkan anakku yang
bernama Joko Tole”.
Pangeran Wagung
Rukyat : “Cucuku, karena kau telah
berhasil mengalahkan Dhempo Abang, sebagai tanda terima kasihku, kuserahkan
tahta kerajaan ini kepadamu”.
Joko Tole : “Terima kasih
kakek”.
Dan akhirnya, kehidupan di Kerajaan Sumenep kembali
tentram seperti sedia kala.