Sabtu, 30 November 2013

Naskah Drama Pangeran Saccadiningrat



POTRE KONENG

Tentang perempuan dan rasa sakit di tubuhnya!
(diangkat dari cerita rakyat Madura)

Alkisah, dulu di Sumenep hidup seorang raja bernama Pangeran Wagung Rukyat, ia memiliki seorang puteri yang cantik jelita. Matanya bening, langkahnya gemulai, kulitnya lembut kekuning-kuningan seperti pualam, sehingga orang-orang lebih suka memanggilnya dengan sebutan  “Raden Ayu Potre Koneng”.
Pangeran Wagung Rukyat      : “Adinda, anak kita kini sudah tumbuh menjadi dewasa, aku ingin segera memilihkan jodoh untuknya”.
Dewi Sarini                             : “Aku juga ingin segera menimang cucu, kakanda. Tetapi bagaimana dengan puteri kita. Apakah dia sudah siap..?”.
Pangeran Wagung Rukyat      : “Kita tanyakan saja, adinda.pasti dia mau”.
Dewi Sarini                             : “Mban..mban..(berteriak memanggil)”.
Mban                                       : “Sendiko gusti (sambil tangan menyembah)”.
Dewi Sarini                             : “Dimana puteriku ??”.
Mban                                       : “Raden Ayu Poteri Koneng sedang berias di kamarnya, gusti ratu”.
Dewi Sarini                             : “Cepat bawa dia kemari, Mban.”
Mban                                       : “Baik gusti Ratu.”
Lalu, Mban pun pergi mencari Potre Koneng untuk dihadapkan kepada raja dan ratu. Dan setelah itu, ditemuilah Pangeran Wagung Rukyat dan Dewi sarini.
Potre Koning                          : “Ada apa ayahanda ?”.
Pangeran Wagung Rukyat     : “Puteriku, kini engkau sudah dewasa, dan sudah saatnya kau memiliki calon pendamping. kira-kira lelaki seperti apa yang engkau idamkan ?”
Potre Koneng                         : “Mohon maaf ayahanda, bukan maksud hati menolak keinginan ayahanda. Tetapi perkawinan merupakan hal yang sangat sakral, dan hamba takut mengecewakan ayahanda, kalau ternyata kelak hamba gagal membina rumah tangga. Mohon berikan hamba waktu untuk merenungkan hal ini ayahanda. Hamba akan sangat bahagia kalau ayahanda mengizinkan hamba bersemedi di gua Pajudan”.
Pangeran Wagung Rukyat     : “Apa ? gua Pajudan? Kenapa harus tempat itu yang kau pilih anakku? Kau tahu gua itu sangat mengerikan dan untuk ke sana kau harus menyusuri lembah dan bukit. Bagaimana kalau terjadi sesuatu denganmu?”
Potre Koneng                         : “Hamba akan berangkat dengan niat yang tulus ayahanda. Dan sampai saat ini hamba masih percaya bahwa Tuhan akan melindungi orang-orang yang memiliki niat tulus”.

Akhirnya hati pangeran luluh juga. Dengan ditemani Mban, berangkatlah sang Puteri ke tempat yang diinginkannya itu.
Puteri Kuning                         : “ Mban, sekarang kita sudah sampai di gua Pajudan. Selama aku bersemedi, jangan sampai ada yang menggangguku.
Mban                                      : “Baik Raden Ayu”.
Sudah enam hari enam malam ia bertapa, tidak makan, tidak minum, dan tidak tidur. Yang dilakukannya hanya duduk dengan tubuh tegap seolah-olah sunyi merupakan bagian dari hidupnya. Dan pada malam ke tujuh, ketika bening matanya tak kuat lagi untuk terus terjaga, puteri pun tertidur. Saat itu purnama diam-diam mengintip dari celah-celah pucuk daun kelapa, dan dalam tidurnya Puteri Kuning bermimpi didatangi seorang pemuda tampan, otot-ototnya keras layaknya lelaki perkasa. Dan lelaki itu menamakan dirinya sebagai “Adipoday”! mereka berdua melakukan sesuatu yang biasa dilakukan orang dewasa. Mimpi yang kembali buyar ketika kokok ayam pertama memecah kesunyian. Pagi pun datang menghapus mimpi itu.
Puteri Kuning                         : “Mban, semalam aku bermimipi didatangi seorang pemuda tampan dan perkasa”.
Mban                                       : “Lalu, apa yang Raden ayu lakukan dengan pemuda tampan itu ?
Puteri Kuning                          : “Entahlah, tak usa kau hiraukan. Mari kita pulang, Mban”.
Puteri pun berkemas pulang. Sepanjang perjalanan dikenanglah wajah lelaki yang datang semalam, Meski itu hanya mimpi. Sesampainya di keraton, sang Puteri disambut meriah. Dengan rasa penasaran berlebih, Ayahandanya kembali menanyakan perihal jodohnya.
Pangeran Wagung Rukyat       : “Bagaimana anakku, kau sudah dapat gambaran tentang laki-laki idamanmu?”
Potre Koneng                          : “Sudah, ayahanda. Tapi sepertinya saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberitahukannya”. Uwekkk (Puteri muntah-muntah)”.
Pangeran Wagung Rukyat      : “Ada apa denganmu, puteriku ? sepertinya kamu sedang sakit. Mban..Mban..(menanggil).
Mban                                       : “Sendiko gusti”.
Pangeran Wagung Rukyat      : “Segera panggilkan tabib kemari”.
Mban                                       : “Baik gusti”.
Pangeran Wagung Rukyat      : “Astaga! siapa orang yang dengki padaku? siapa yang berani mencelakakan puteriku ? sakit apakah yang kau derita anakku? apa kau terkena santet? kenapa perutmu besar begitu?”
Potre Koneng                          : (Sambil menangis) “Entahlah, ayahanda. Ini terjadi setelah saya pulang dari semadi”.
Dipanggillah tabib terhebat dari segala penjuru. Ketika masing-masing tabib ditanya perihal sakit yang diderita sang puteri, jawabannya tetap sama. Mereka menjawab hamil.
Mban                                       : “Ini dia tabib yang gusti cari”.
Pangeran Wagung Rukyat      : “Baiklah, cepat lihat kondisi anakku.. (tertuju pada tabib). Apakah dia sakit ?”.
Tabib                                       : “Ampun baginda, tuan puteri tidak sakit, tapi....tapi... beliau  HAMIL”.
Pangeran Wagung Rukyat       : “Apa hamil? kurang ajar! kau siram wajahku dengan comberan. Tidak kusangka kau berbuat begitu. Selama ini kepercayaanku padamu, bahwa kau adalah anak gadisku yang lembut, santun, dan akan memberikan kebahagiaan pada keluarga istana, ternyata salah. Sekarang katakan, dengan siapa kau melakukan perbuatan mesum seperti itu”.
Potre Koneng                          : “Ampun ayahanda, ampun! Bukan maksud hamba untuk mengecewakan ayahanda. Tapi sungguh, hamba tidak pernah melakukan perbuatan mesum seperti itu!.”
Pangeran Wagung Rukyat      : “Lantas kenapa bisa HAMIL?”
Potre Koneng                          : “Ampun ayahanda. Sungguh hamba tidak pernah melakukan apapun, ayahanda. Hamba hanya bermimpi! 
Pangeran Wagung Rukyat      : “Kau kira dengan bermimpi, lantas akan membuat orang hamil? Baiklah kalau kau tidak mau mengaku. Kau telah mencoreng nama baik keluarga kerajaan. Sebagai seorang raja aku tidak akan pernah memihak, kau akan dihukum pancung atas perbuatanmu!”
Pangeran Wagung Rukyat      : “Pengawal..pengawal (memanggil), cepat seret dia keluar istana”.
Dua pengawal                         : “Baik gusti”.
Segala macam upaya dilakukan para petinggi kerajaan untuk memohon keringanan atas hukuman yang dijatuhkan pada tuan puteri, dan pada sang permaisuri hatilah pangeran Wagung Rukyat luluh juga. Potre Koneng tidak jadi dihukum pancung, melainkan diusir dari istana. hari-hari yang berat dilaluinya sampai ia melahirkan anaknya yang kemudian diberi nama Joko Tole.
Singkat cerita, ketika Joko Tole berumur 15 tahun, kerajaan Sumenep diserang oleh Dhempo Abang dan pasukannya dari kerajaan Blambangan, hingga istana Pangeran Wagung Rukyat porak-poranda.
Dua pengawal                         : “Siapa kau ?? berani-beraninya kau memasuki istana ini ??”.
Dhempo Abang                       : “Aku adalah Dhempo Abang dari kerajaan Blambangan dan aku berniat menghancurkan istana ini”.
Dua pengawal                         : “Kurangajar kau”. (berkelahi)
Mendengar kabar bahwa kerajaan Sumenep diserang oleh Dhempo Abang dan pasukannya , Potre koneng langsung mengutus anaknya untuk ikut terjun ke medan perang. Tanpa pikir panjang berangkatlah sang anak menuju Kerajaan Sumenep.
Dhempo Abang                       : “Hahahahaha....Kerajaan Sumenep telah kukuasai. Rasakan itu Wagung Rukyat”.
Joko Tole                                 : “Kurangajar. Kau apakan istana keluargaku Dhempo Abang ??”
Dhempo Abang                       : “Siapa kau anak muda ?”
Joko Tole                                 : “Aku adalah putra dari ibunda Potre Koneng. Sebelum kau menghancurkan istana keluargaku, langkahi dulu mayatku”. (adegan berkelahi)
Joko Tole pun berhasil membunuh Dhempo Abang sehingga pasukannya pun lari tunggang langgang. Ketika Pangeran Wagung Rukyat tahu bahwa Joko Tole merupakan cucunya, maka malulah ia atas perbuatannya yang dulu. Dengan rasa sesal dipanggillah kembali Din Aju Potre Koneng ke istana. Ia sadar bahwa ketika Tuhan berkehendak, tak ada yang bisa menolak.

Pangeran Wagung Rukyat      : “Anakku, maafkan perbuatan ayahanda yang telah mengusirmu tempo lalu.
Potre Koneng                          : “Jangan khawatir ayahanda, aku sudah melupakan kejadian itu. Kini kuperkenalkan anakku yang bernama Joko Tole”.
Pangeran Wagung Rukyat      : “Cucuku, karena kau telah berhasil mengalahkan Dhempo Abang, sebagai tanda terima kasihku, kuserahkan tahta kerajaan ini kepadamu”.
Joko Tole                                 : “Terima kasih kakek”.
Dan akhirnya, kehidupan di Kerajaan Sumenep kembali tentram seperti sedia kala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar